Notification

×

Iklan


Petani Cengkeh Dari Desa Somogede Pituruh

Selasa, 01 Mei 2018 | 15:39 WIB Last Updated 2018-05-01T08:39:21Z

Seorang Ibu Sedang Merapihkan Daun Cengkeh (reviensmedia.com/Anggi)



PITURUH, ​Cengkeh, menjadi salah satu jenis rempah-rempah yang banyak dicari karena khasiatnya. Ia menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan bagi sebuah negara yang tanahnya mampu memenuhi syarat hidup tumbuhan ini. Salah satu negara pengekspor cengkeh adalah negara kita Indonesia. Letaknya yang berada di daerah katulistiwa menjadikan Indonesia “tanah surga”, bahkan ada pepatah yang menyebutkan tongkat dan kayu jadi tanaman. Sungguh karunia Tuhan yang perlu kita syukuri. Inilah yang membuat cengkeh dapat tumbuh subur di Indonesia.

Pagi itu saya bersama rombongan yang telah selesai melakukan pendakian dari Gunung Kembang, menuruni gunung tersebut dengan langkah gontai. Menapaki selangkah demi selangkah jalanan terjal yang dilalui semalam. Dengan sisa tenaga yang masih ada, saya mencoba menikmati pemandangan sekitar. Vegetasi yang semalam tak terlihat karena penerangan seadanya, menjadi tampak jelas, asri dan hijau menenangkan. Beberapa saat melakukan perjalanan, saya disuguhi jajaran pohon pinus yang berbaris rapi menghias tebing. Tak lama kemudian, vegetasi yang menyapa adalah pohon rempah yang sedang tak berbuah, cengkeh.


​Jalan terjal yang saya lalui kini tertutup oleh guguran daun dari pohon cengkeh. Jalanan menjadi licin karena bukan lagi tanah yang dipijak melainkan tumpukan daun kering yang tak jarang membuat kaki saya terasa akan tergelincir. Sempat terfikir untuk membakar daun-daun ini, karena di mata saya ini hanyalah sampah yang menghambat langkah para pendaki.

​Setibanya di perkampungan warga, tepatnya di Desa Somogede, Kec. Pituruh, Kab. Purworejo, saya dibuat bertanya-tanya oleh beberapa wanita paruh baya yang sedang memasukkan daun-daun kering ke dalam karung. Saya mencoba mendekat dan mengamati apa sebenarnya yang sedang mereka lakukan. Rasa penasaran ini mendorong saya untuk banyak bertanya. Dari sesi tanya jawab tersebut, diketahuilah bahwa daun-daun itu adalah daun yang kukira tak berguna dan kuanggap sampah sebelumnya.

​Warga di lereng kaki Gunung Kembang memiliki mata pencaharian lain ketika pohon cengkeh yang mereka tanam belum masuk musim panen. Mereka memanfaatkan daunnya untuk diproses sebagai minyak cengkeh. Untuk mengisi waktu luang, banyak ibu-ibu yang memilih sebagai petani daun cengkeh. Mereka cukup mengumpulkan daun-daun cengkeh yang berguguran itu untuk dijual ke pengepul. Setiap kilogramnya, daun ini dihargai sebesar Rp2.100,00 dan ketika sudah diolah menjadi minyak dengan proses perebusan, per liternya akan dihargai sebesar Rp200.000,00. Harga yang cukup fantastis. Ternyata, sesuatu yang tadinya kuanggap tak berguna menjadi ladang rejeki bagi sebagian orang untuk mengais rupiah. Dari sini kita bisa belajar bahwa kita harus lebih bijak dalam menilai dan menghargai sesuatu, apapun itu.

Iklan

×
Berita Terbaru Update