![]() |
Pementasan seni bertajuk “Sampahmu, Dosaku? |
Diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Media Tradisional Kabupaten Purworejo bekerja sama dengan Jurnal Lelana Indonesia, kegiatan ini menjadi ruang ekspresi, edukasi, sekaligus hiburan yang melibatkan beragam elemen masyarakat—mulai dari pelajar hingga penyandang disabilitas.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Purworejo, Yudhie Agung, menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap inisiatif seni yang menyentuh isu sosial. Menurutnya, kegiatan seperti ini adalah bentuk komunikasi publik yang efektif dan menyentuh hati.
Sementara itu, Achmad Fajar Chalik, Koordinator Forum Komunikasi Kesenian Tradisional Purworejo, mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dan menegaskan bahwa kesenian merupakan medium kuat dalam menyampaikan pesan perubahan.
Founder Jurnal Lelana Indonesia, Mahestya Andi, juga menekankan bahwa pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, tetapi bagian dari upaya merawat kesadaran dan menjaga bumi.
“Ini bukan tentang menyalahkan siapa. Tapi mengajak semua pihak menyadari: sampahmu adalah dosaku, dosaku juga dosamu. Ini tanggung jawab bersama,” ungkap Mahestya.
Penampilan Spesial:
-
Dongeng Tradisional “Asal-Usul Segomogono”Dibawakan oleh Fadila Putri Nur Aini, dongeng ini membuka acara dengan kisah rakyat penuh nilai kearifan lokal.
-
Diva Angklung dari Desa Soko, BagelenKelompok musik dari saudara-saudara disabilitas ini tampil memukau dengan lagu-lagu daerah dan kontemporer, di bawah bimbingan Bapak Dimas Nanang.
-
Teater “Sampahmu, Dosaku” oleh Teater Tanjung SMAN 7 PurworejoSebagai puncak acara, pertunjukan ini berhasil menyentuh emosi penonton melalui akting kuat dan narasi yang menggugah.
Pertunjukan teater tersebut turut diiringi live music oleh Gigih n Friends, serta mendapat dukungan artistik dari Tera Seniku dan tim produksi yang solid. Acara dipandu oleh Mastri Imam Musaddiq dan juga menampilkan kolaborasi musik oleh Difa Angklung.
Setelah pertunjukan, acara dilanjutkan dengan Diskusi Sederhana Tentang Sampah di Purworejo, yang terbuka untuk umum. Diskusi ini menjadi ajang berbagi pandangan dan gagasan dari berbagai kalangan, memperkuat pesan bahwa perubahan dimulai dari kesadaran bersama.
Dengan semangat gotong royong dan partisipasi aktif warga, “Sampahmu, Dosaku?” bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan gerakan sosial yang menggugah dan menyentuh. Ini adalah ajakan untuk tidak sekadar menonton, tetapi ikut memaknai dan bertindak.