Notification

×

Iklan


Guntur Laksono, Anak Buruh Tani Sukses Jadi Polisi

Selasa, 20 Maret 2018 | 13:11 WIB Last Updated 2018-03-20T06:11:22Z
Guntur membantu ayahnya menjemur gabah. (Foto : Jarot Sarwosambodo)
PURWOREJO, KRJOGJA.com - Guntur Laksono (18) melangkah tegap menuju Mapolres Purworejo. Ia memberi hormat ketika berpapasan para seniornya. Sampai di ruangan satuan Sabhara, sikap kakunya melunak, langsung bercengkerama dengan teman seangkatannya.
Pemuda warga RT 01 RW 01 Desa Sikambang Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo itu bukan apa-apa setahun lalu. Ia masihlah anak ingusan yang baru menyelesaikan pendidikannya di SMK Negeri 1 Purworejo.
Tidak ada yang menyangka ia bakal menjadi polisi. Terlebih melihat latar belakang keluarganya yang hanya buruh tani. Memang banyak kisah pemuda-pemudi miskin sukses menjadi polisi, tetapi tampaknya belum cukup membuka mata sebagian bahwa anak keluarga tidak mampu pun bisa jadi penegak hukum.
"Banyak yang menyangsikan, ada tetangga bilang, harus pakai uang pelicin yang besar atau tidak mungkin diterima kalau tidak direkomendasi pejabat," tutur Guntur kepada KRJOGJA.com, Senin (19/03/2018).
Menjadi polisi adalah cita-cita Guntur sejak kecil. Namun ia sempat mengurungkan niatnya karena banyak anggapan miring tentang seleksi masih pendidikan Polri. Niatan itu kembali muncul setelah lulus SMK.
“Saya ingin kuliah, tapi orang tua tidak mampu biayai. Saya bingung sampai lihat spanduk penerimaan Polri di Polres Purworejo," tuturnya.
Guntur menyampaikan niatan itu kepada orangtuanya, pasangan Paryono dan Helmi. Awalnya keduanya khawatir dengan anggapan miring itu. Pasangan itu hanya buruh tani yang menggarap sawah kerabat dan milik desa. Penghasilan Paryono sebagai perangkat desa juga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun karena tekad Guntur begitu kuat, hingga Paryono akhirnya mengizinkan. Guntur mendaftar Polri secara online memanfaatkan fasilitas wifi milik kantor desa.
Rangkaian tes administrasi, fisik dan mental dijalani. Guntur pun lolos dan mulai menjalani pendidikan di SPN Purwokerto. "Keluar uang hanya untuk fotokopi, beli materai dan transportasi ke Mapolda Jateng. Tidak ada serupiahpun yang dikatakan masyarakat sebagai uang pelicin, betul-betul tanpa pungutan," tegasnya.
Ketika menjalani pendidikan, musibah menimpa. Ibu Guntur, Helmi meninggal dunia karena sakit gagal ginjal yang sudah bertahun-tahun diderita. Guntur hampir saja putus asa. Namun wejangan ayah dan nasib adiknya Padmasari menjadi penyemangat untuk terus maju. Akhirnya tujuh bulan pendidikan terlewati dan Guntur dilantik menjadi polisi.
Sepulang pendidikan, Guntur memanfaatkan waktu cuti untuk membantu ayahnya di sawah. Aktivitas itu sudah biasa dilakukan sejak Guntur masih usia SD. "Pulang sekolah istirahat makan, lalu berangkat menyusul bapak ke sawah. Setelah jadi polisi pun, saya akan tetap kesawah," ucapnya.
Hal lain yang dilakukan adalah berkunjung ke pusara almarhumah ibunya. Ia bersimpuh, meminta maaf belum bisa membahagiakan ibu hingga akhir hayatnya. "Saya di pusara berjanji untuk menjadi polisi yang amanah, mengayomi masyarakat, jujur dan bekerja dengan baik," ujarnya.
Penyesalan muncul karena Guntur berharap keberhasilannya menjadi polisi bisa menyemangati ibunya untuk sembuh. "Namun Tuhan berkehendak lain, ibu wafat sebelum melihat saya berhasil jadi polisi," ungkapnya.
Guntur bertekad untuk tetap membahagiakan ibunya. Ia berniat menyisihkan sebagian penghasilannya untuk disedekahkan atas nama ibunya. Guntur juga berniat membantu perekonomian keluarga, termasuk membiayai adiknya hingga lulus SMA dan hidup mandiri. (Jas)

Sumber : krjogja.com

Iklan

×
Berita Terbaru Update