Notification

×

Iklan

Taksonomi Tri N dan Tri Nga Ajaran KHD, Deep Learning, dan Bloom

Jumat, 02 Mei 2025 | 07:00 WIB Last Updated 2025-05-02T00:00:00Z

Ki Hadjar Dewantara (KHD)
Pengembangan trikotomi jiwa Ki Hadjar Dewantara (KHD) sebagaimana taksonomi Bloom (Benjamin Samuel Bloom). Kajian teori pendidikan lokal diperlukan agar lebih implementasi. Dari sisi waktu, KHD mengemukakan trikotomi jiwa pada tahun 1922 bersamaan dengan berdirinya Perguruan Tamansiswa. Bloom mengemukakan taksonominya pada tahun 1956. Artinya, KHD menemukan teori trikotomi jiwa 34 tahun sebelum Bloom menemukan taksonomi. 


Taksonomi Bloom dalam ranah kognitif yang terdiri atas (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi direkonstruksi dalam bentuk revisi sebagai (1) mengingat, (2) memahami, (3) menerapkan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, dan (6) berkreasi.


Deep Learning atau Pembelajaran Mendalam menggunakan Taksonomi SOLO untuk menilai pemahaman siswa secara lebih mendalam. Taksonomi SOLO mengukur tingkat pemahaman, mulai dari unistructural (hanya memahami satu aspek), multistructural (memahami beberapa aspek secara terpisah), relasional (memahami hubungan antar aspek), hingga extended abstract (mampu membuat generalisasi dan menghubungkan dengan konsep lain).


Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning Outcome) adalah model yang digunakan untuk menilai kedalaman pemahaman siswa terhadap suatu konsep atau materi pelajaran. Berbeda dengan Taksonomi Bloom yang fokus pada jenis berpikir (mengingat, memahami, menerapkan, dll.), Taksonomi SOLO fokus pada struktur pemahaman siswa. Bayangkan Anda sedang membangun sebuah menara Lego. Taksonomi SOLO akan menilai seberapa kokoh dan kompleks menara yang Anda bangun, bukan hanya berapa banyak batu bata yang Anda gunakan.


Taksonomi SOLO sangat berguna bagi guru untuk menilai pemahaman siswa secara lebih mendalam. Dengan memahami tingkat pemahaman siswa, guru dapat memberikan bimbingan dan arahan yang lebih tepat sasaran. Ini membantu guru untuk mengidentifikasi kesenjangan pemahaman siswa dan merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif. Taksonomi SOLO juga membantu guru untuk menilai keberhasilan pembelajaran dan melakukan perbaikan jika diperlukan.


KHD memberikan rambu-rambu proses pembelajaran yang efektif. Pembelajaran efektif apabila dilakukan dengan cara Tri N , yaitu Niteni, Nirokke dan Nambahi, dan produknya sampai pada Tri Nga, yaitu Ngerti, Ngrasa dan Nglakoni.


Tri N

Niteni (Melihat/Mengamati):

Tahap ini melibatkan pengamatan yang cermat terhadap lingkungan, objek, atau fenomena yang sedang dipelajari. Siswa diajak untuk melihat, mendengar, dan meraba dengan teliti, serta merasakan dengan seluruh indera. 

Nirokke (Meniru):

Setelah memahami objek yang diamati, siswa diajak untuk meniru apa yang telah dipelajari. Meniru di sini bukan sekadar menjiplak, melainkan meniru metode, semangat, dan cara kerja yang baik. 

Nambahi (Menambahkan/Mengembangkan):

Tahap terakhir adalah pengembangan, di mana siswa diajak untuk menciptakan hal baru berdasarkan apa yang telah mereka amati dan tiru. Mereka dituntut untuk berpikir kreatif dan inovatif, serta mengembangkan karya-karya yang baru. 


Tri Nga

Ngerti (Memahami):

Memahami pengetahuan dan konsep yang diajarkan, termasuk pemahaman mendalam tentang ilmu yang dipelajari.

Ngrasa (Merasa):

Merasakan atau mengalami secara langsung pengetahuan yang dipelajari, sehingga tercipta keakraban dan kedekatan dengan materi.

Nglakoni (Melakukan):

Melakukan atau mengaplikasikan pengetahuan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi kebiasaan dan keterampilan. 

Ajaran Tri Nga ini menekankan pentingnya tidak hanya memahami teori, tetapi juga merasakan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam praktik nyata. Konsep ini sejalan dengan prinsip pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan aktif dan pengembangan karakter. 


Disusun oleh, 

Syukron Zahidi (Guru SDN Girigondo)

×
Berita Terbaru Update