Notification

×

Iklan

Space Iklan Pituruh News Image Image Image Image Image Space Iklan Pituruh News Space Iklan Pituruh News Image Image

Sorotan Kasus Dokter Kandungan, LBM NU Purworejo Tetapkan Fikih dan Etika Medis Dokter Obgyn Laki-laki

Senin, 29 Desember 2025 | 15:17 WIB Last Updated 2025-12-29T08:17:12Z

 


PURWOREJO – Kasus dugaan pelanggaran etika oleh seorang dokter kandungan yang menyentuh organ intim pasien di luar prosedur medis memicu perdebatan tentang profesionalisme dan moralitas. Dalam perspektif fikih Islam, tindakan menyentuh atau melihat aurat besar pasien lawan jenis hanya dibolehkan dalam kondisi darurat atau hajat mendesak, seperti persalinan atau pemeriksaan vital, dan wajib dibatasi sebatas kebutuhan.



Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Purworejo telah merumuskan jawaban atas isu sensitif terkait etika dan hukum Islam dalam dunia medis, khususnya mengenai batasan seorang dokter laki-laki yang berprofesi sebagai spesialis kandungan (obgyn) dalam menangani pasien perempuan. Keputusan ini merupakan bagian dari forum Bahtsul Masail yang diselenggarakan pada Sabtu Legi, 29 Jumadil Akhirah 1447 H / (20/12/2025) bertempat di Masjid Baiturrahman, Desa Lubang Indangan Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo, yang diajukan berfokus pada sejauh mana kebutuhan mendesak (darurat) membenarkan penanganan medis yang melibatkan aurat vital seorang wanita oleh dokter non-mahram.


Hasil Bahtsul Masail menyimpulkan bahwa pada dasarnya, profesi dokter adalah pekerjaan yang sangat mulia, bahkan Imam al-Ghazali menggolongkan profesi dokter sebagai fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Namun, keterlibatan dokter spesialis obgyn laki-laki dalam pemeriksaan dan penanganan pasien perempuan tetap memiliki batasan ketat. Penanganan ini hanya diperbolehkan apabila tidak ditemukan dokter spesialis obgyn perempuan atau perempuan lain yang dapat dipercaya agar terhindar dari khalwat (berdua-duaan) yang diharamkan.


Para muhasibin (peserta pembahasan) menemukan data bahwa saat ini terdapat keterbatasan jumlah dokter spesialis kandungan perempuan. Hal ini menjadi faktor kunci yang menyebabkan penanganan oleh dokter obgyn laki-laki masih diperbolehkan, terutama dalam kondisi darurat medis. Landasan fikih yang digunakan merujuk pada kaidah bahwa "Apabila bertemu dua bahaya, maka ambil yang paling ringan bahayanya" atau kaidah yang membolehkan yang haram karena adanya kebutuhan (darurat), dengan syarat dilakukan sebatas untuk mencapai tujuan medis yang diperlukan.


Beberapa referensi utama yang dirujuk dalam penetapan hukum ini meliputi kitab Al-Azizir Syarh Al-Wajiz dan Mughni Al-Muhtaj. Kitab-kitab tersebut menjelaskan bahwa kewajiban mengobati (berprofesi sebagai dokter) termasuk fardhu kifayah untuk kemaslahatan umat. Secara spesifik, Al-Khathib As-Syirbini dalam Mughni Al-Muhtaj mengatur syarat keterbukaan aurat dalam pengobatan, bolehnya melihat aurat hanya sebatas untuk hajat (kebutuhan) pengobatan, harus ada kepercayaan diri pada dokter, dan diutamakan adanya perempuan pendamping, seperti mahram atau suami pasien, untuk mencegah fitnah.


Dengan demikian, keputusan Bahtsul Masail LBM PCNU Purworejo memberikan panduan yang jelas. Meskipun menghormati etika Islam yang ketat, realitas keterbatasan tenaga medis perempuan menjadikan penanganan oleh dokter obgyn laki-laki sebagai sebuah pengecualian yang dibolehkan dalam rangka darurat, namun harus tetap didampingi dan dilakukan sebatas kebutuhan untuk memelihara nyawa dan kesehatan pasien.


Kontributor: Sk

Editor: Tim PN 

×
Berita Terbaru Update