Notification

×

Iklan

Aklimatisasi Dunia Pendidikan di Masa Pandemi

Selasa, 08 September 2020 | 20:08 WIB Last Updated 2020-09-08T13:14:58Z

gambar ilustrasi google

Pandemi COVID-19 adalah peristiwa yang disebabkan coronavirus disease 2019, disingkat COVID-19 di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi HubeiTiongkok pada bulan Desember 2019.   Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020 telah menetapkan wabah virus corona sebagai pandemi. Penyebaran virus ini sangat cepat di berbagai negara, Indonesia berada di urutan ke-34 dari 188  negara yang terpapar covid-19. Kasus pertama covid -19 di Indonesia diumumkan langsung oleh  Presiden Joko Widodo, Senin (3/3/2020) siang, beliau mengumumkan bahwa terdpat dua warga negara Indonesia (WNI) terjangkit virus corona.


Dilansir dari covid.go.id, kasus yang terkonfirmasi pada (29/08/2020) kasus covid 19 di tanah air bertambah 3.308 kasus, ini merupakan kasus tertinggi positif covid 19 dalam sehari.  Sementara penambahan ini membuat total kasus covid 19 di Indonesia menjadi 169.195 orang, sementara untuk kasus sembuh bertambah 1.902 orang sehingga total pasien sembuh menjadi 122.802 orang, untuk kematian kini ada penambahan 92 kasus hingga kini total 7.261 kematian (Covid19.go.id).


Pandemi covid–19 ini telah membuat kisruh di berbagai sektor kehidupan  bangsa bahkan dunia. Indonesia yang merupakan negara berkembang tentunya mengalami musibah yang berat dengan datangnya covid-19 ini, dampak yang nyata terlihat yaitu dari sektor ekonomi, sosial, pariwisata, dan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di Indonesia dalam masa pandemi ini sangat terlihat perubahannya, lantas akankah para pelajar ini mampu berdamai dengan keadaan ?

John Dewey (1958) berpendapat bahwa :

“Pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (education is the proses without end), dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental baik menyangkut daya pikir daya intelektual maupun emosional perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Oleh karena itu, proses belajar menjadi kunci untuk keberhasilan pendidikan agar proses belajar menjadi berkualitas membutuhkan tata layanan yang berkualitas” (Sagala, Syaiful. 2013).


Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan harus tetap dilaksanakan walau dalam keadaan apapun, karena suatu bangsa akan di nilai unggul jika pendidikannya juga unggul. Setelah kurang lebih enam bulan pelaksanaan pembelajaran online (daring), atau sering juga disebut Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), 24/08/2020 sebagian sekolah di Kabupaten Purworejo sudah mulai melaksanakan pembelajaran secara luring atau tatap muka. Namun, tetap memperhatikan protokol kesehatan dan memiliki aturan yang telah disepakati. Salah satu SMP di Kecamatan Grabag telah melaksanakan pembelajaran secara tatap muka mulai senin lalu, dengan sistem shif (bergantian) dengan setiap kali masuk hanya setengah dari jumlah siswa di kelas tersebut. “Nah, dengan adannya KT (konsultasi terprogram) dan masih masuk sekolah dengan batasan murid dan protokol yg sangat ketat dan dengan  jangkauan jam sekolah juga masih pendek, pastinya ada yang ngrasa mudah/seneng sama enggaknya dong?, nah rasa mudah/senengnya itu ketika kita bisa ketemu temen dan bisa lebih jelas bertanya sama guru kita. Kalo enggak enaknya tu ketika kita dikejar kejar sama guru buat ngumpulin tugas ehehe” ungkap salah satu siswa SMP.


Namun, belum semua sekolah di Kabupaten ini yang  melaksanakan pembelajaran tatap muka seperti SMA/sederajat yang negeri masih melaksanakan daring. Berbagai metode pembelajaran dilakukan oleh manajemen sekolah, misalkan dengan e-learning, zoom meeting, Google Class Room maupun melalui Whatshap group. Tetap saja banyak keluhan yang dirasakan oleh pelajar di Indonesia ini, tidak paham dengan materi yang diajarkan, tugas menumpuk, kangen dengan teman-teman dll. “Jujur mbak, aku enggak suka sama metode pembelajaran daring ini, pemahaman dalam belajar sulit karena tidak semua guru mau untuk menjelaskan, biasanya hanya memberikan tugas tugas dan tugas. Banyak pelajar yang sampai stress gegara daring ini, aku sendiri merasa kesel mbak bukan cape fisik tapi lebih kepada cape pikiran yang harus di push dua kali lipat untuk memahami materi. Peluang melakukan kecurangan juga sangat besar misalnya dengan menyontek saat ulangan, atau lebih parahnya hanya absen tapi enggak ikut pelajaran malah main atau tidur.” keluh kesah siswi tingkat SMA/sederajat.


Memang pembelajaran secara daring ini cukup berat rasanya baik di kalangan siswa, guru, bahkan orang tua. Bahkan ada kasus orang tua rela mencuri hanya demi bisa membelikan Hand phone untuk anaknya supaya bisa tetap belajar. Berdasarkan survei KPAI tercatat 43 persen siswa mengeluh tentang kouta internet  " Keluhan soal kuota itu paling tinggi. Cukup tinggi sebab 43 persen angkanya. Namun, yang mengaku soal tidak punya alat itu 29 persen," ujar Retno dalam diskusi daring bertajuk Suka dan Duka Belajar Daring (Kompas.com). Sebagian pelajar bahkan rela naik ke puncak untuk mendapatkan sinyal yang baik untuk Pembelajaran Jarak Jauh ini. Orang tua yang mulai lelah mendampingi anaknya dalam belajar apalagi orang tua yang tidak memiliki kapasitas baik waktu ataupun keilmuannya, begitulah sedikit potret akibat PJJ.“Saya sebagai guru merasa kangen berjumpa dengan murid-murid dan melaksanakan proses belajar mengajar seperti dulu, enam bulan kita melaksanakan PJJ rasa tidak nyaman pasti ada baik dikalangan siswa ataupun guru. Saya ini, setiap hari berangkat sekolah mbak, sampai sekolah harus fokus untuk mengabsen siswa, mengajar materi ataupun tugas yang harus saya berikan. Sehingga Hp sekarang tidak bisa lepas jauh-jauh dari saya, karena setiap saat harus siap menanggapi pertanyaan dari siswa, haus menilai bahkan sampai larut malam.” Ujar salah satu guru SMP/sederajat.


Setelah kita melihat berbagai keluh kesah, mulai dari pelajar, guru sampai orang tua yang kualahan mengajari anaknya di rumah, kita tahu bahwa saat ini kita masih sama-sama berjuang melawan pandemi ini, sehingga perlunya koordinasi dan kerjasama yang baik disetiap pihak yang berkecimpung. Sebagai pelajar harus tetap bersemangat dan rajin untuk belajar, berusaha berdamai dengan keadaan. Orang tua yang harus lebih meningkatkan pengawasannya kepada anak, memberikan dorongan semangat untuk sang anak. Dan untuk guru bisa lebih detail menjelaskannya, jangan menuntut nilai tinggi, tapi kepahaman siswanya lebih diutamakan, jika siswa paham otomatis nilainya pun akan tinggi. Karena pandemi ini kita tidak tahu kapan akan berakhir, mulailah mencoba beradaptasi dengan keadaan yang baru.


Penulis Oleh Ummi Lathiifah Mahasiswi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Kebidanan

Iklan

×
Berita Terbaru Update