Notification

×

Iklan


Gagal Berangkat Ke Jepang, Yusuf Sukses Budidaya Entok Beromset Rp 7 Juta Per Bulan

Kamis, 18 Januari 2024 | 21:25 WIB Last Updated 2024-01-20T16:09:26Z

PURWOREJO, (pituruhnews.com) - Apa yang dilakukan Muhammad Yusuf, 22, Warga Kalimeneng, Desa Girigondo, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo pantas dicontoh. Gagal menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Jepang, pemuda gesit ini kini sukses menjadi peternak entok beromset jutaan rupiah di kampung halaman.

Budidaya entok sudah dirintisnya sejak duduk di bangku SMK pada desarian 2018 lalu. Sejak saat itu, ia bahkan sudah mampu membiayai sekolah sendiri dari hasil “Breeding” entok. Hingga populasi entok miliknya kini sudah berjumlah ratusan, ia sudah mampu memperluas kandang, membeli sawah, membeli mobil pribadi bahkan mengaku siap menikah muda.


"Awalnya saya hanya diberi indukan entok jenis Rambon delapan ekor dari kakak saat saya masih duduk di bangku SMK. Setelah bertelur dan menetas, entok jantan saya jual untuk biaya sekolah, entok betina terus saya pelihara hingga kini jumlahnya lebih dari 150 ekor," ucap anak ketiga pasangan Sawaludin dan Isnaini ini, Kamis (18/1/2024).


Dijelaskan, sejak awal ia memang sudah fokus memelihara entok jenis rambon yang dikenal memiliki produktivitas cukup tinggi. Benar saja, satu indukan bisa bertelur hingga 15 - 20 butir. Konon entok rambon ini merupakan entok ras campuran Indramayu-Cirebon (Rambon). 


Dalam pengembangan usaha budidaya entok, ia menyasar segmen anakan (DOE). Harganya dibandrol di kisaran Rp 15 ribu - Rp 20 ribu per ekor. Dalam sebulan ia mampu memproduksi 600 - 700 ekor anakan entok dengan sistem mesin tetas. 


"Kalau dikalkulasi untuk pendapatan kotor sekitar Rp 14 juta per bulan, jika dikurangi biaya operasional rata-rata Rp 7 juta - Rp 7,5 juta per bulan bersih," jelasnya.


Kandang entok milik Yusuf, sapaan akrab Ahmad Yusuf dikenal dengan nama Kandang Entok Lare Gunung. Terbagi dalam dua kadang, satu kandang tertutup untuk entok-entok bertelur, dan kandang umbaran untuk media berjemur, ngasin (memakan pecahan bata dan tanah kapur) juga minum dan mandi. 


Entok koleksinya kinis sudah tidak asing lagi di dunia peternakan entok, banyak pembeli yang datang langsung ke kadang, selain itu ia juga melakukan penjualan secara online melalui laman Instagram dan Facebook.


Entok rambon milik Yusuf terjual tidak hanya di lokal Purworejo, tetapi juga sudah merambah ke sejumlah daerah. "Banyak pesanan dari wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, bahkan luar pulau seperti Papua dan Sumatera, pesanan melambung ketika kandang saya naik di laman youtube sejumlah konten kreator yang datang langsung ke sini," imbuhnya.


Menurutnya, jenis entok cukup banyak, muai entok lokal, jumbo, dragon, jali, rambon dan jenis entok lainnya, tidak hanya diarah dagingnya untuk dikonsumsi, kini juga tengah tren entok hias kontes. Sementara entok jenis rambon sengaja dipilihnya karena dinilai aplikatif dibudidayakan di semua medan, 

"Bisa dikembangkan di area pedesaan bahkan di wilayah perkotaan.Entok Rambon umumnya memang diarah dagingnya, untuk bahan baku masakan kuliner daging entok," ujarnya.


Terkait manajemen pakan, Yusuf menyebut sangat mudah, selain pakan utama seperti bekatul, konsentrat untuk pemacu produktifitas telur, nasi aking (nasi sisa yang dikeringkan) atau limbah rumah makan yang bisa langsung diberikan dalam bentuk ransum, entok juga suka pakan hijauan seperti daun indigofera, kangkung, kubis dan daun pepaya.


Sebanyak seratus lima puluh ekor  indukan entok, biasanya diberikan pakan sebanyak 7 kilogram (Kg) atau setara dengan Rp 50 ribu per hari. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore. Komposisi pakan 5 Kg bekatul, 1 Kg nasi aking dan 1 Kg konsentrat, hijauan daun pepaya diberikan seminggu sekali.


"Pakan hijauan hanya untuk pelengkap saja, kalau terlalu banyak justru akan menurunkan produktivitas telurnya, pakan entok mudah mas, sejak dulu entok kan dikenal sebagai unggas pemakan sisa-sisa makanan, kalau dalam istilah jawa -tadah upo-, jenis rambon ketika dibudidayakan di perkotaan, bisa memanfaatkan limbah rumah makan," ujarnya. (Tom)

Iklan

×
Berita Terbaru Update