![]() |
| LBM PCNU Purworejo Tegaskan Larangan Pendirian Bangunan di Sempadan Sungai |
Keputusan tersebut ditetapkan dalam Bahtsul Masail yang digelar pada Sabtu Legi, 24 Jumadal Ula 1447 H / 15 November 2025 M di Masjid Jami’ Al-Ikhlas, Desa Kalikutes, Kecamatan Pituruh, dengan nomor 5/PC.LBMNU/XI/2025.
KH. Ali Al-Asfar menjelaskan, berdasarkan kajian fikih yang tertuang dalam kitab-kitab seperti Nihayatu al-Muhtaj, Hasyiyah al-Bujairimi, Fatawa ar-Ramli, hingga penjelasan para fuqaha, wilayah ḥarīm al-nahr (tepi sungai) merupakan kawasan umum yang tidak boleh dimiliki atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
“Dalam fikih ditegaskan, harimun nahr adalah area yang tidak boleh dikuasai, didirikan bangunan, atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, karena dapat mengganggu kesempurnaan fungsi sungai,” ujarnya.
Dalam keputusan itu, ditegaskan bahwa bangunan pribadi — termasuk rumah — yang berdiri di tepi sungai tanpa izin, dan terbukti mengganggu fungsi utama harimun nahr seperti menghambat aliran sungai, maka pemerintah berwenang menertibkan dan melakukan pembongkaran, setelah memberikan peringatan terlebih dahulu.
KH. Ali Al-Asfar menyampaikan bahwa ketentuan fikih tersebut sejalan dengan aturan perundang-undangan di Indonesia mengenai garis sempadan sungai, yang ditegaskan melalui: Permen PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Irigasi, Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Sungai, PP No. 38 Tahun 2011 Pasal 19 ayat (2) tentang larangan mendirikan bangunan di sempadan sungai, Sanksi administratif hingga pembongkaran (Pasal 54 PP 38/2011).
“Sempadan sungai bukan tanah milik pribadi. Ia adalah wilayah penguasaan negara yang diperuntukkan bagi perlindungan dan kelestarian sungai,” jelasnya.
KH. Ali Al-Asfar menjelaskan bahwa dalam fikih tidak ditetapkan batas ukuran tertentu, karena harimun nahr ditentukan berdasarkan kebutuhan kemanfaatan sungai, misalnya untuk pembuangan lumpur, endapan, atau material banjir ketika sungai digali atau dibersihkan.
Namun, keputusan Bahtsul Masail turut memuat batas-batas sempadan sebagaimana diatur dalam Permen PUPR, antara lain: Sungai bertanggul di luar kota: ≥ 5 meter, Sungai bertanggul di dalam kota: ≥ 3 meter, Sungai besar tak bertanggul di luar kota: ≥ 50–100 meter, Sungai dangkal/sedang/dalam di dalam kota: ≥ 10–30 meter, Sempadan bangunan sungai di dalam kota: ≥ 8–15 meter, Penegasan Ketua LBM PCNU Purworejo.
KH. Ali Al-Asfar menegaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan kajian mendalam para masyayikh LBM PCNU, sumber fikih mu'tabarah, dan kesesuaian dengan regulasi negara.
“Keputusan ini adalah bentuk tanggung jawab keilmuan. Kami hanya menyampaikan sebagaimana ketentuan fikih dan aturan negara: sempadan sungai harus dijaga, tidak boleh dibangun untuk kepentingan pribadi, dan negara berwenang menertibkan bangunan yang melanggar,” tegasnya.
Bahtsul Masail ini diakhiri dengan harapan agar masyarakat lebih memahami pentingnya menjaga kelestarian sungai dan mematuhi ketentuan yang berlaku demi mencegah kerusakan lingkungan dan potensi bencana.

